Sabtu, 21 April 2012

makalah



KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS
 MADZHABI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN
 MILIU DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“ Filsafat Pendidikan Islam ( FPI ) “

t.jpg


Disusun oleh        :


Dosen Pengampu                :


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PONOROGO
2011
BAB       1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Dalam filsafat pendidikan islam sebenarnya filsafat itu adalah sebagai induk dari ilmu pengetahuan, pada dasarnya tujuannya untuk menjawab seluruh problem yang ada ataupun yang mungkin ada. Di Amerika serikat telah berkembang madhab – madhab pemikiran pendidikan yang menjadi dua kelompok yaitu tradisional dan kontemporer.
Di sisi lain, pengembangan pemikiran (filosofi) pendidikan islam juga dapat dicermati dari pola pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas. Sehubungan dengan itu, Abdullah (1996) mencermati adanya empat model pemikiran keislaman, yaitu : (1) Model Tekstualis Salafi; (2) Model Tradisionalis Mazhabi; (3) Model Modernis; (4) Model Neo-Modernis. Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan terdapat 2 madzhab yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi yaitu perenialis dan esensialis. Di dalam makalah ini saya akan membahas ketiga aliran filsafat pendidikan Islam perenialis, esensialis, madzhabi dan implikasinya terhadap pengembangan miliu dalam pendidikan islam.

B.      Rumusan Masalah

1.       Apa definisi dari filsafat perenialis, esensialis dan madzhabi ?
2.       Apa pengertian dari miliu pendidikan Islam ?
3.       Bagaimana implikasi filsafat pendidikan perenialis, esensialis, madzhabi terhadap miliu dalam pendidikan ?




BAB       II
PEMBAHASAN

1.       Pengertian Filsafat Perenialis esensialis dan Salafi
a.       Filsafat Perenialis
Perennialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced leaner’s Dictionary of Current Engglish diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “Lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai – nilai dan norma – norma yang bersifat kekal abadi.[1]
Dalam sumber lain menyebutkan bahwa, Perenial berarti everlasting, tahan lama, atau abadi. Dalam sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar (great ideas) tang tetap menjadi rujukan sampai kapan pun juga.[2] Jadi perenialisme ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam dunia pendidikan sebaiknya menjaga, mengawetkan pada suatu nilai tertentu yang di anggap benar terhadap hal – hal yang bersinggungan dengan pendidikan terlebih pada dunia sekarang ini.
Dalamkonsep pendidikan perenialis di latar belakangi oleh Filsafat – filsafat Plato, Aristoteles, Thomas Aquianas. Dimana Plato sebagai Bapak idealisme klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak realisme klasik, dan Thomas Aquianas yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran gereja katolik yang tumbuh pada zamannya ( abad pertengahan ).



Sedangkan menurut Thomas Aquianas, pandangan Perenialisme ia menekankan dalam 2 hal pemikiran tentang realitisnya yaitu dunia tidak diadakan dengan semacam dari bahan dasar dan penciptaan tidak terbatas hanya satu saat saja.[3]
b.       Filsafat Esensialis
Esensialisme adalah suatu aliran dalam pendidikan yang didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialis berkembang pada zaman Renaisance.[4]
Aliran Esensialisme ini memendang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah – ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai – nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
Hakekat pendidikan esensialis adalah pendidikan yang bersendikan atas nilai – nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai – nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas yang telah teruji oleh waktu.[5]

c.        Filsafat Madzhabi
Model kedua ( tradisionalis madzhabi ) berupaya memahami ajaran – ajaran dan nilai – nilai mendasar yang terkandung dalam al – Qur’an dan al – Sunnah al – shahihah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik, namun seringkali kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio – historis masyarakat setempat dimana ia turut hidup di dalamnya.
Berbagai tipologi, parameter, ciri – ciri dan fungsi pendidikan Islam dalam pemikiran Pereanialis – Esensialis – Madzhabi dapat digambarkan secara singkat dalam table dibawah ini.[6]
Tipologi pemikiran Pendidikan Islam
Parameter
Ciri – ciri Pemikiran
Fungsi Pendidikan Islam
Perenial Esensialis Madzhabi
-    Bersumber dari al-Qur’an dan al sunnah
-    Regresif ke masa pasca salaf/ klasik
-    Konservatif (mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya secara turun temurun)
-    Menekankan pada pemberian syarh dan hasyiyah terhadap pemikiran pendahulunya.
-    Kurang ada keberanian mengkritisi atau mengubah substansi materi pemikiran para pendahulunya
-     Melestarikan dan mempertahankan nilai dan budaya serta tradisi dari satu ganerasike generasi berikutnya.
-     Pengembangan potensi dan interaksinya dengan nilai dan budaya masyarakat terdahulu.

2.       Pengertian Millieu dalam Pendidikan Islam
Yang dimaksud lingkungan (milieu) adalah suatu yang berada diluar dari anak dan mempengaruhi perkembangannya.[7] Lingkungan merupakan salah satu pendidik yang ikut serta menentukan corak pendidikan, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab siapa yang melaksanakan dalam pendidikan itu[8].
Lembaga yang tumbuh didalam masyarakat serta mempunyai pengaruh luas bagi kehidupan agama anak diantaranya :


a.       Keluarga
Keluarga adalah ikatan laki – laki dengan perempuan berdasarkan hokum/ undang – undang perkawinan yang sah. Di dalam keluarga ini lahirlah anak – anak, disinilah terjadiinteraksi pendidikan.
Para ahli didik umumnya menyatakan, pendidikan  di lembaga ini merupakan pendidikan pertama dan utama. Dikatakan demikian karena di lembaga inilah anak mendapat pendidikan untuk pertama kalinya, disamping itu pendidikan disini mempunyai pengaruh dalam terhadap kehidupan peserta didik dikelak kemudian hari.[9]

b.      Sekolah
Sekolah ialah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. pada waktu anak – anak menginjak umur 6 atau 7 tahun, perkembangan intelek, daya piker, telah meningkat sedemikian rupa, karena itu pada masa ini disebut masa keserasian bersekolah. Pada saat ini anak telah cukup matang untuk belajar di sekolah. ia telah mampu mempelajari ilmu – ilmu yang diajarkan di sekolah, seperti matematika,IPS, IPA, bahasa, Olahraga, keterampilan, agama dan lain sebagainya.
Keluarga umumnya tidak berkesempatan atau bahkan banyak yang tidak berkemampuan mengajarkan ilmu – ilmu tersebut. Karena itu, sudah sepantasnyalah mereka menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada sekolah. dan memang sekolah yang telah diatur dan dipersiapkan sedemikian rupa mampu melaksanakan tugas – tugas tersebut.
Di samping itu, telah diakui oleh berbagai pihak bahwa peran sekolah bagi pembentukan kepribadian anak sangat besar. Lingkungan sekolah yang positif yaitu lingkungan yang memberi dorongan atau memberi motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam.

c.        masyarakat
organisasi – organisasi yang tumbuh didalam masyarakat cukup banyak, diantaranya :
1)       Kepanduan ( kepramukaan )
2)       Perkumpulan – perkumpulan kepemudaan seperti perkumpulan mahasiswa, (PMII, HMI, IPNU, IPPNU, ANSHAR dan lain sebagainya).
3)       Perkumpulan – perkumpulan dan olahraga kesenian.
4)       Perkumpulan – perkumpulan sementara seperti Panitia Penolong Korban Bencana Alam dan sebagainya.
5)       Perkumpulan (club – club) pengajian atau diskusi, seperti majlis ta’lim dan sebagainya.
6)       Perkumpulan koperasi dan lain – lain.
Organisasi tersebut mendasarkan diri pada agama dan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan keagamaan.
Tidak kalah pentingnya dengan organisasi – organisasi tersebut yaitu persekutuan hidup didalam masyarakat yang memanifestasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari – hari. Semuanya itu ikut mempengaruhi keagamaan anak – anak.[10]

3.       Implikasi Filsafat perennial esensial madzhabi terhadap milliu dalam pendidikan
Tipologi perennial esensial madzhabi lebih menonjolkan watak yang tradisional ( dalam bentuk sikap, cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai ). Dan watak yang madzhabi (kecenderungannya untuk mengikuti aliran, pemahaman/ pola pikiran sebelumnya yang dianggap sudah relative mapan,karena mereka di anggap sebagai masyarakat yang ideal. Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik lingkungan adalah tanggung jawab siapa yang melaksanakan dalam pendidikan ini. Yaitu lingkungan pendidikan di keluarga, lingkungan pendidikan di sekolah dan lingkungan pendidikan di masyarakat.




Dalam konsep filsafat tersebut berimplikasi kepada lingkungan keluarga. lingkungan keluarga yang ideal adalah keluarga yang mampu memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama dan memberikan perhatian dan fasilitas – fasilitas yang lain yang diperlukan.
Sedangkan lingkungan pebndidikan sekolah di Implikasikan maka akan mengalami change (perubahan) dalam proses belajar,yang berubah adalah tingkah laku, pengetahuan dan ketrampilan.
Kemudian yang terhakir adalam Implikasikan dalam lingkungan masyarakat adalah kumpulan hidup masyarakat yang mendorong anak untuk hidup dan mempratekkan ajaran Islam. Seperti rajin beramal, cinta damai, toleransi, suka menyambung ukhuwah Islamiyah.

 

BAB III
KESIMPULAN

                Aliran perenialis mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai – nilai dan norma norma yang bersifat kekal abadi.

                Esensialis adalah suatu aliran dalam pendidikan yang di dasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejakawal peradaban umat manusia.

                Madzhabi berupaya memahami ajaran – ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al – Qur’an dan al – sunnah al – ashahihah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik, namun seringkali kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio historis masyarakat setempat dimana ia turut hidup di dalamnya.

                Lingkungan pendidikan Islam adalah suatu yang berada di luar dari anak yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik tersebut.

Implikasi yang menonjol dalam lingkungan keluarga adalah watak yang tradisional dan watak yang madzhabi, karena mereka di anggap sebagai masyarakat yang ideal. Yang menonjol di lingkungan pendidikan sekolah adalah ketika konsep aliran tersebut di Implikasikan dalam lingkungan sekolah, maka yang akan mengalami change (perubahan) dalam proses belajar. Yang berubah adalah tingkah laku, pengetahuan dan ketrampilan,sedangkan yang menonjol di lingkungan masyarakat adalah kumpulan hidup masyarakat yang mendorong anak untuk hidup dan mempratekkan ajaran Islam seperti : rajin beramal, cinta damai, toleransi, suka menyambung ukhuwah islamiyah, dll.








DAFTAR PUSTAKA


Zuhairi dkk. Filsafat Pendidikan Islam - Jakarta : PT Bumi Aksara – 2008
Chaedar Alwasilan. Filsafat Bahasa dan Pendidikan – Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Uyoh Sabdulloh, Pengantar filsafat Pendidikan – Bandung : Alfabeta – 2003
Basuki As’adi dan Miftahul Ulum, Pengantar Pendidikan – Ponorogo : STAIN. Po – 2011
 Http:// kumpulan makalah dan artikel/Pendidikkan Blogsport/Com/20111/aliran Esensialis dalam pendidikan fill Htm/diakses 20 Okt 2011 pukul 19.54
Muhaimin . Wacana Pengembangan Pendidikkan Islam. Yogyakarta Pustaka Pelajar 2003
Sudiyono.Ilmu Pendidikkan Islam 1.Jakarta: PT Bumi Aksara .2008
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi : Ilmu Pendidikkan Islam 1 Bandung: Pustaka Setia




1.       Zuhairi dkk, filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008 ) 27
2.       Chaedar Alwasilan, filsafat Bahasa dan Pendidikan ( Bandung : PT Remaja RosdaKarya ) 103


3.       Uyoh Sadulloh, Pengantar filsafat Pendidikan ( Bandung : Alfabeta, 2003 ) 33
4.       Basuki As’adi, Miftahul Ulum, Pengantar filsafat Pendidikan. ( ponorogo : STAIN Po Press, 2010 ) 19 – 20
5.       http :// kumpulan makalah dan artikel Pendidikan blogspot.com/ 2011/ 1/ aliran esensialis dalam pendidikan fil. Htm/ diakses 20 oktober 2011 pukul 19.54

[5]
6.       Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003 ) 65
7.       Sudiyono, ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta : PT. RINEKA Cipta, 2009 ) 298
8.       Basuki As’adi dan Miftahul Ulum, Pengantar filsafat Pendidikan ……147


9.       Nuruhbiyati dan Abu Ahmadi. Ilmu Pendidikan Islam I ( bandung : Pustaka Setia, 1997 ) 237
10.    Sudiyono, ilmu Pendidikan Islam ….. 298

Makalah Sholat


Bab I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Sholat merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan hati yang selalu ingat kepada Allah Tuhan Ynag Maha ESA. Seseorang akan mendapatkan kekuatan batin dalam menghadapi segala problem kehidupan ini. Dengan sholat, ketenangan dan ketentraman hati yang selalu didambakan oleh setiap orang.
Dari sini kita dapat merasakan beberapa besar arti perintah Allah SWT agar kita memohon pertolongan-NYa dengan sholat.
Demikian pula hati yang selalu ingat kepada Allah SWT mendorong untuk mengetahui dan mengikuti tuntutan hidup yang diberikan-Nya dengan ikhlas akan menaati perintah-perintah-Nya. Dengan demikian maka sholat yang dapat membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan yag keji dan munkar.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian sholat ?
2.      Bagaimana tafsir mufrodat ?
3.      Bagaimana makna globalnya ?
4.      Bagaimana sebab Nuzulnya ?








Bab II
Pembahasan
Ø  Pengertian sholat
Kata sholat secara bahasa berarti Do’a (al-do’a),[1] sedangkan secara istilah shalat sering di definisikan sebagai ucapan ( aqwal) dan gerakan-gerakan (af’al) yang dimulai dengan takbirat al-ihram dan diakhiri dengan salam. Shalat adalah ibadah yang menjadi tiang agama. Barang siapa memegakkannya, berarti telah menegakkan agama, dan barang siapa mengabaikannya, berarti telah menghancurkan agama, didalam hadist lain menyatakan bahwa shalat sebagai amalan pertama yang akan ditanyakan malaikat di alam baqa’ (akhirat) nanti.
            Selain itu, shalat juga merupakan satu-satunya ibadah yang paling banyak disebut dalam al – Qur’an. Tidak ada ibadah lain yang penyebutannya didalam al-Qur’an diulang-ulang sebanyak shalat begitu pula jumlah ayatnya tidak sebanyak ibadah shalat.
Didalam Al-baqarah (2) ayat 43-46 dibawah ini
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ   * tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr & tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ   (#qãZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$# ÇÍÎÈ   tûïÏ%©!$# tbqZÝàtƒ Nåk¨Xr& (#qà)»n=B öNÍkÍh5u öNßg¯Rr&ur Ïmøs9Î) tbqãèÅ_ºu ÇÍÏÈ  
43. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
44. mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.[2]

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

Ø  Tafsir Mufrodat
o4qn=¢Á9$#         : secara harfiah berarti do’a ; menurut terminology syara’, ialah serangkaian ucapan dan perbuatanyang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
ŽÉ9ø9$$Î/              : kebajikan yang sngat luas ( banyak) ; diantaranyakata “ al-barru” dan al-barriyah” digunkan bagi lapangan yang luas
Žö9¢Á9$            : menahan diri dari melakukukan hal-hal yang tercela atau kurang disenangi
ouŽÎ7s3s9                    : teramat berat
tûüÏèϱ»sƒø:$        : orang-orang yang mengkonsentrasikan seluruh anggota badan curahan perhatian kepada Allah

Al- Falaqi        : kemenangan/ keberuntungan dengan meraih tuntunan berupa kebahagiaan yang kekal diakhirat diakhirat dan keselamatan hidup di dunia.


Ø  Makna Global
Pada ayat pertama, al-baqoroh (2) : 43, Allah memerintahkan umat manusia supaya menegakan shalat, menunaikan zakat dan ruku’ bersama. Sama orang-orang lainyang mau ruku’. Sedangkan pada ayat 44, Allah mengingatkan agar kaum muslimin jangan sampai seperti sebagaian yahudi yang menyuruh orang lain berbuat kebajikan, sementara dirinya sendiri tidak melakukan hal ia perintahkan. Jadi , ibarat lilin yang menerangi orang lain sementara dirinya sendiri dikorbankan.
            Dalam ayat 45, Allah memerintahkan umat manusia supaya memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, dan sekaligus mengingatkan bahwa kedua perbuatan tersebut memang sangat berat bagi kebanyakan orang, kecuali bagi orang-orang yang khusuk, yaitu orang-orang yang yakin oleh ayat 36 surat yang sama dinyatakan sebagai orang-orang yang yakin benar bahwa dirinya akan menjumpai Allah kelak didalam akhirat.[3]

Ø  Sebab Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat 44 surat Al-baqoroh (2) turun berkenaan dengan kasus salah seorang rahib yahudi madinah yang berkata kepada menantu, kaum kerabat dan saudara sesusuannya yang masuk islam, seraya ia berkata, “ tataplah kamu pada agama yang kamu anut ( Islam ), dan amalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Muhammad,[4] karena perintahnya memang benar-benar. Tetapi, ia senfiri tidak mau melakukan apa yang diucapkan. “ lalu turunlah ayat “ata’ muruna al-nasa bi al birri wa-tansuma anfusakum” dan seterusnya. Ayat ini pada dasarnya mengingatkan pada semua umat manusia khususnya kaum muslimin agar tidak bersifat  seperti para ruhhban dan rahib ahli kitab.
#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$#
Berkata muqatil, firman Allah ini ditunjukan kepada orang-orang ahli kitab supaya menegakkan shalat bersama-sama Nabi SAW, menunaikan zakat dan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’ dari umat Nabi Muhammad SAW.  Allah mengususkan penyebutan kata ruku’ dalam ayat ini.
 tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr&,
sasaran pembicaraan ayat ini paling tidak menurut analisis mufassir, ditunjukan kepada para pendeta yahudi dan nashrani, yang disinyalir memerintahkan umatnya supaya bebuat kebajikan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan apa yang mereka ucapkan. Yang dimaksud dengan “al-nisyam” pada ayat diatas ialah meninggalkan dengan sengaja, bukan karena lupa atau sebab lainnya  öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$#, padahal tokoh-tokoh ahli kitab itu pada membaca  al-kitab, karenanya kamu tentu mengetahui persis berbagai kebajikan yang kalian perintahkan melakukannya kepada para pengikut kalian yang tidak mengetahui. bqè=É)÷ès?Ÿxsùr & = apakah kamutidak menggunakan akal pikiranmu hai ahli kitab.
            Patut diingatkan bahwa meskipun kitab ayat diatas ditunjukan kepada para pendeta yahudi dan nashrani namun tidak berarti ayat ini tidak memberikan sindiran kepada kaum muslim, terutama yang mengetahui ajaran-ajaran al-Qur’an. Orang-orang seperti inilah yang mendapatkan perngatan keras dari Allah sebagai terdapat dalam ayat dibawah ini :
uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ  
 Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Al Shaf /61 :3)


(#qãZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur ,terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli tafsur tentang makna sabar dalam firman Allah ini. Ada yang mengartikan dengan puasa (menahan diri) dan ada pula yang mengartikannya dari melakukan perbuatan perbuatan maksiat, dan membarenginya dengan menunaikan berbagai ibadah. Dan ada yang mengarahkannyadengan puasa (menahan diri) dan ada pula yang membarenginya dengan menunaikan berbagai ibadah. Dan ibadah yang tertinggi nilainya adalah sholat. Jadi, dalam ayat ini Allah memerintahkan hamba-Nya yang mengharapkan kebaikan didunia dan diakhirat supaya memohon pertolongan kepada Allah Swt, dengan sikap sabar dan shalat.
îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$#$pk¨XÎ), yakni sholat itu memang terasa berat dan memayahkan mengerjakannya, kecuali bgi orang yang berhati lapang seraya merendahkan diri kepada Allah SWt. Dengan merasa takut akan siksa-Nya yang sangat pedih. Mereka itulah yang dimaksud dengan orang-orang yang khusu’. Ayat berikutnya yaitu :
tbqãèÅ_ºu møs9Î) t Nåk¨Xr& (#qà)»n=B öNÍkÍh5u öNßg¯Rr&ur ÏbqZÝàtƒ tûïÏ%©!$#, orang orang yang yakin benar bahwa kelak mereka akan menjumpai Allah didalam akhirat. Bagi Orang-orang yang khusu’, shalat itu bukanlah suatu pekerjaan yang berat, melainkan sebaliknya, sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menentramkan.[5]



                                                                                   

Bab III
Penutup

A.    Kesimpulan

Rukun islam kedua setelah ikrar dua kalimat syahadat adalah sholat. Shalat sebagai ibadah yang paling awal disyariatkan mempunyai kedudukan yang [aling penting dari lima rukun islam yang ada. Shalat adalah tiangnya agama
            Allah memerintahkan untuk manusia supaya menegakkan shalat, menunaikan zakat dan ruku’ bersama orang yang ruku’. Sedangkan orang yahudi hannya menyuruh orang lain berbuat kebajikan, sementara dirinya sendiri tidak mau melakukannya. Allah mengingatkan agar kaum muslimin jangan sampai seperti orang yahudi.















Daftar pustaka
-          Ulfa, Isnatin. Fiqih ibadah. Ponorogo :STAIN PO Press,2009
-          Suma, Muhammad Amin. Tafsir Ahkam 1. Jakarta : Logos,1997


[1] Isatin ulfah, fiqih ibadah, (ponorogo : stain po press,2009) halm 59
[2] Muhammad amin suma, Tafsir ahkam 1, (Jakarta : Logos,1997) hlm 37-38
[3] Muhammad amin suma, Tafsir ahkam 1, (Jakarta : Logos,1997) hal 39-40
[4] Ibid, hal 40-41
[5] Muhammad amin suma, Tafsir ahkam 1, (Jakarta : Logos,1997) hal 41-42